Monday, March 21, 2011


PSIKOLOGI AGAMA ANAK
oleh:ImamTobroni
  1. TEORI PSIKOLOGI AGAMA PADA ANAK
Yang dimaksud dengan masa anak- anak adalah sebelum berumur 12 tahun. Jika mengikuti periodesasi yang dirumuskan Elizabeth B. Hurlock, dalam masa ini terdiri dari tiga tahapan:
1)      0 – 2 tahun (masa vital), yakni masa bayi yang pembentukan kondisi fisik dan mentalnya menjadi fondasi kokoh bagi perkembangan dan pertumbuhan selanjutnya.
2)      2 – 6 tahun (masa kanak- kanak),
3)      6 – 12 tahun (masa sekolah) a
            Anak mengenal Tuhan pertama kali melalui bahasa dari kata-kata orang di sekelilingnya, yang pada awalnya diterima secara acuh. Konsep Tuhan bagi anak-anak pada permulaannya merupakan nama sesuatu yang asing dan tidak dikenalnya serta diragukan kebaikan niatnya. Tidak adanya perhatian terhadap Tuhan pada tahap pertama ini dikarenakan ia belum mempunyai pengalaman yang akan membawanya kesana, baik pengalaman yang menyenangkan maupun yang menyusahkan. Namun, setelah ia menyaksikan reaksi orang-orang di sekelilingnya yang disertai oleh emosi atau perasaan tertentu yang makin lama makin meluas, maka mulailah perhatiannya terhadap kata Tuhan itu tumbuh dan berkembang.
            Perasaan si anak terhadap orang tuanya sebenarnya sangat kompleks, ia merupakan campuran dari bermacam-macam emosi dan dorongan yang saling bertentangan. Menjelang usia 3 tahun yaitu umur dimana hubungan dengan ibunya tidak lagi terbatas pada kebutuhan akan bantuan fisik, akan tetapi meningkat lagi pada hubungan emosi dimana ibu menjadi objek yang dicintai dan ia butuh akan kasih sayangnya, bahkan mengandung rasa permusuhan bercampur bangga, butuh, takut dan cinta padanya sekaligus.
            Menurut Zakiah Daradjat, sebelum usia 7 tahun perasaan anak terhadap Tuhan pada dasarnya negative, ia berusaha menerima pemikiran tentang kebesaran dan kemuliaan Tuhan dengan gambaran yang sesuai emosinya. Kepercayaan yang terus menerus tentang Tuhan, tempat dan bentuknya bukanlah karena rasa ingin tahunya, tapi didorong oleh perasaan takut dan ingin rasa aman, kecuali jika orang tua anak mendidik anak supaya mengenal sifat Tuhan yang menyenangkan. Namun pada masa kedua (27 tahun keatas) perasaan si anak terhadap Tuhan berganti positif (cinta dan hormat) dan hubungannya dipenuhi oleh rasa percaya dan merasa aman.
TAHAP PERKEMBANGAN BERAGAMA PADA ANAK
Sejalan dengan kecerdasannya, perkembangan jiwa beragama pada anak dapat dibagi menjadi tiga bagian:
    1. The Fairly Tale Stage (Tingkat Dongeng)
            Pada tahap ini anak yang berumur 3 – 6 tahun, konsep mengeanai Tuhan banyak dipengaruhi oleh fantasi dan emosi, sehingga dalam menanggapi agama anak masih menggunakan konsep fantastis yang diliputi oelh dongeng- dongeng yang kurang, masuk akal. Cerita akan Nabi akan dikhayalkan seperti yang ada dalam dongeng- dongeng. Pada usia ini, perhatian anak lebih tertuju pada para pemuka agama daripada isi ajarannya dan cerita akan lebih menarik jika berhubungan dengan masa anak-anak karena sesuai dengan jiwa kekanak- kanakannya. Dengan caranya sendiri anak mengungkapkan pandangan teologisnya, pernyataan dan ungkapannya tentang Tuhan lebih bernada individual, emosional dan spontan tapi penuh arti teologis.
    1. The Realistic Stage (Tingkat Kepercayaan)
            Pada tingkat ini pemikiran anak tentang Tuhan sebagai bapak beralih pada Tuhan sebagai pencipta. Hubungan dengan Tuhan yang pada awalnya terbatas pada emosi berubah pada hubungan dengan menggunakan pikiran atau logika. Pada tahap ini teradapat satu hal yang perlu digaris bawahi bahwa anak pada usia 7 tahun dipandang sebagai permulaan pertumbuhan logis, sehingga wajarlah bila anak harus diberi pelajaran dan dibiasakan melakukan shalat pada usia dini dan dipukul bila melanggarnya.
    1. The Individual Stage (Tingkat Individu)
            Pada tingkat ini anak telah memiliki kepekaan emosi yang tinggi, sejalan dengan perkembangan usia mereka. Konsep keagamaan yang diindividualistik ini terbagi menjadi tiga golongan, yakni:
a.  Konsep ketuhanan yang konvensional dan konservatif dengan dipengaruhi sebagian kecil dari adanya fantasi manusia.
b.  Konsep ketuhanan yang lebih murni, dinyatakan dengan pandangan yang bersifat personal (perorangan) dan individualistik.
c.   Konsep ketuhanan yang bersifat humanistik, yaitu agama telah menjadi etos humanis dalam diri mereka dalam menghayati ajaran-ajaran agama.

SIFAT AGAMA PADA ANAK                           
Sifat keagamaan pada anak dapat dibagi menjadi enam bagian, diantaranya adalah:
1)      Unreflective (kurang mendalam/tanpa kritik), yaitu keyakinan dari kebenaran yang mereka terima tidaklah begitu mendalam, cukup sekedarnya saja. Dan mereka sudah cukup merasa puas dengan keterangan yang kadang-kadang kurang masuk akal tersebut. Menurut penelitian, pikiran kritis anak-anak baru akan muncul pada anak-anak yang berusia 12 tahun keatas -walaupun terkadang ada yang muncul sebelum usia tersebut-  sejalan dengan perkembangan moral.
2)      Egosentris, sifat egosentris ini berdasarkan hasil penelitian Piaget tentang bahasa pada anak berusia 3 – 7 tahun. Dalam hal ini, berbicara bagi anak-anak tidak mempunyai arti seperti orang dewasa. Pada usia 7 – 9 tahun, doa secara khusus dihubungkan dengan kegiatan atau gerak- gerik tertentu, tetapi amat konkret dan pribadi. Pada usia 9 – 12 tahun ide tentang doa sebagai komunikasi antara anak dengan ilahi mulai tampak. Setelah itu barulah isi doa beralih dari keinginan egosentris menuju masalah yang tertuju pada orang lain yang bersifat etis.
3)      Anthromorphis, konsep anak mengenai ketuhanan pada umumnya berasal dari pengalamannya. Dikala ia berhubungan dengan orang lain, pertanyaan anak mengenai (bagaimana) dan (mengapa) biasanya mencerminkan usaha mereka untuk menghubungkan penjelasan religius yang abstrak dengan dunia pengalaman mereka yang bersifat subjektif dan konkret.
4)      Verbalis dan Ritualis, kehidupan agama pada anak sebagian besar tumbuh dari sebab ucapan (verbal). Mereka menghafal secara verbal kalimat-kalimat keagamaan dan mengerjakan amaliyah yang mereka laksanakan berdasarkan pengalaman mereka menurut tuntunan yang diajarkan pada mereka. Shalat dan doa-doa yang menarik bagi mereka adalah sesuatu yang menurut mereka  harus dilakukan karena mengandung gerak dan seharusnya biasa dilakukan (tidak asing baginya).
5)      Imitatif,  tindak keagamaan yang dilakukan oleh anak pada dasarnya diperoleh dengan jalan meniru. Dalam hal ini orang tua memegang peranan penting. Pendidikan sikap religius anak pada dasarnya tidak berbentuk pengajaran, akan tetapi berupa teladan
6)      Rasa heran,  rasa heran dan kagum merupakan tanda dan sifat keagamaan pada anak. Hal ini berbeda dengan rasa heran pada orang dewasa, rasa heran pada anak belum kritis dan kreatif. Mereka hanya kagum pada keindahan lahiriyah saja. Untuk itu, perlulah diberi pengertian dan penjelasan kepada mereka tentang hal tersebut sesuai dengan tingkat perkembangan psikologi, mental dan pemikirannya. Dalam hal ini orang tua dan guru agama mempunyai peranan yang sangat penting dalam menumbuh kembangkannya.
B. Strategi Pembelajaran
    Prinsip-prinsip pemilihan dan  pemakaian strategi pada usia anak-anak:
    1)      Pembelajaran kelas I-III melalui pendekatan tematik
    2)      Pembelajaran kelas IV-VI melalui pendekatan mata pelajaran.
    3)      Pembelajaran itu harus mengasyikan dan berlangsung gembira serta menyenangkan, tidak menegangkan tapi tetap terkonsentrasi dan disiplin.
    4)      Memanfaatkan kegiatan visual yang langsung bisa diamati oleh anak
                Seorang anak apabila diajarkan sesuatu terkadang membuat kita mudah marah. Karena setiap anak mempunyai kemauan yang berbeda-beda atau gaya belajar yang berbeda-beda. Untuk itu, sebagai guru harus bisa menyampaikan materi pelajarannya dengan baik yaitu dengan menciptakan suasana kelas yang kondusif atau suasana belajar mengajar yang menyenangkan. Ini tidak mudah bagi  mayoritas guru, sehingga kita  dianjurkan menggunakan strategi-strategi yang tepat. Strategi yang digunakan haruslah disesuaikan dengan kondisi anak. Untuk mengajarkan agama Islam, kita dapat menggunakan metode-metode dibawah ini:
    DALAM TAHAP AWAL (pemfokusan dan pengkonsentrasian)
    Mungkin peserta didik akan jenuh apabila langsung memulai pelajaran. Untuk itu kita menggunakan strategi
    Question Student Have yaitu dengan langkah-langkah:
    a.       Bagikan kartu kosong kepada setiap siswa
    b.      Mintalah setiap siswa menulis beberapa pertanyaan yang mereka miliki tentang mata pelajaran atau sifat pelajaran yang sedang dipelajari.
    c.       Putarlah kartu tersebut searah dengan arah jarum jam. Ketika kartu diedarkan kepada peserta didik berikutnya, dia (pria/wanita) harus membacanya dan memberikan tanda pada kartu itu apabila kartu itu berisi pertanyaan mengenai pembaca.
    d.      Saat kartu kembali kepada penulisnya, setiap peserta didik akan telah memeriksa seluruh pertanyaan kelompok tersebut.
    e.       Panggil peserta didik berbagi pertanyaan secara sukarela.
    f.       Kumpulkan semua kartu. Kartu tersebut mungkin berisi pertanyaan yang mana Anda mungkin menjawabnya di pertemuan berikutnya.
                Tahap ini digunakan untuk  mempelajari keinginan dan harapan setiap anak. Sehingga proses belajar mengajar akan lebih lancar dan menyenangkan.
    PADA TAHAP INTI (penyampaian materi)
    Untuk menyampaikan materi pelajaran agama, mungkin setiap anak mempunyai pengetahuan agama yang berbeda-beda. Untuk itu kita menggunakan strategi Active Knowledge Sharing yaitu dengan langkah-langkah;
    a.       Siapkan sebuah daftar pertanyaan yang berkaitan dengan materi pelajaran yang akan anda ajarkan
    b.      Mintalah para peserta didik menjawab berbagai pertanyaan sebaik yang mereka bisa.
    c.       Kemudian, ajaklah mereka berkeliling ruangan dengan mencari peserta didik lain yang dapat menjawab berbagai pertanyaan yang tidak mereka ketahui bagaimana menjawabnya. Doronglah peserta didik untuk saling membantu satu sama lain, sehingga tercipta suetu kerjasasama antar peserta didik.
    d.      Kumpulksn kembali seisi kelas dan ulaslah jawaban-jawabannya. Isilah jawaban-jawaban yang tidak diketahui dari peserta didik. Gunakan informasi tersebut sebagai jalan memperkenalkan topic-topik penting di kelas.
                Strategi ini digunakan untuk menarik para peserta didik  untuk bisa semangat dalam mempelajari materi pelajaran dan juga untuk mengukur ilmu pengetahuan para peserta didik.
    TAHAP AKHIR (kesimpulan dan evaluasi)
    Untuk mengakhiri pelajaran, Anda dapat menggunakan strategi Role Reversal Question yaitu dengan langkah-langkah;
    a.       Susunlah pertanyaan yang akan Anda kemukakan tentang beberapa materi pelajaran seolah-olah Anda seorang peserta didik.
    b.      Pada awal sesi pertanyaan, umumkan kepada peserta didik Anda bahwa Anda akan menjadi mereka dan mereka secara kolektifmenjadi Anda. Beralihlah lebih dahulu ke pertanyaan Anda.
    c.       Berlakulah argumentative, humoris, atau apa sajayang dapat membawa mereka pada perdebatan dan menyerang Anda dengan jawaban-jawaban.
    d.      Memutar peranan beberapa kali akan tetap membuat peserta didik Anda pada pendapat mereka dan mendorongnya melontarkan pertanyaan milik sendiri.


    DAFTAR PUSTAKA
    1)      Jalaluddin, Psikologi Agama, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008
    2)      Silberman, Melv, Active Learning, Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2007
    3)      Arifin, Bambang Syamsul, Psikologi Agama, Bandung: Pustaka Setia, 2008
    4)      Kartono, Kartini, Psikologi Anak, Bandung: Mandar Maju, 2007
    5)      Sugihartono, dkk. Psikologi Pendidikan, Yogyakarta: UNY Press, 2007

    0 komentar:

    Post a Comment

    Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

     
    Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Web Host